Sejumlah Faidah dalam Surat Al ‘Ashr
—–
“Demi waktu.
Sesungguhnya seluruh manusia benar-benar tenggelam dalam kerugian.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran” (Q.S. Al ‘Ashr: 1 – 3).
- a) Sumpah Allah dengan waktu menunjukkan kemuliaan dan adanya hikmah.
- b) Manusia dilarang bersumpah dengan makhluk.
- c) Kerugian manusia bertingkat-tingkat.
- d) 4 Karakter manusia yang tak merugi:
1) Beriman kepada Allah, maka harus berilmu tentang Allah, nabi-Nya, dan Islam berdasarkan dalil yang benar.
2) Beramal shalih, yaitu amalan yang ikhlas dan sesuai petunjuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
3) Saling menasihati dalam kebenaran.
4) Saling menasihati dalam kesabaran.
“Seandainya Allah hanya menurunkan Surat Al Ashr sebagai hujjah bagi makhluk-Nya, niscaya hal itu sudap cukup”
(Perkataan Imam Syafi’i rahimahullah)
——
Surat Al ‘Ashr termasuk surat pendek yang ada di dalam Juz ‘Amma (juz ke-30). Surat ini hanya terdiri dari tiga ayat, sehingga tidaklah mengherankan betapa banyak kaum muslimin yang mampu menghafalkan surat ini. Meskipun jumlah ayat dari surah ini sedikit, namun faidah yang bisa kita ambil sangatlah besar. Oleh karena itu Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Andaikan seluruh manusia memikirkan isi yang ada di dalam surat Al ‘Ashr, niscaya hal itu mencukupi mereka.” (Lihat Taisirul Wushul Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 29).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi waktu. Sesungguhnya seluruh manusia benar-benar tenggelam dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran” (Q.S. Al ‘Ashr: 1 – 3).
Sumpah Allah Ta’ala
Dalam ayat pertama, Allah Ta’ala bersumpah dengan salah satu dari makhluk-Nya yaitu waktu. Sumpah Allah dengan waktu, menunjukkan kemuliaan dan adanya hikmah padanya. Allah bersumpah dengan waktu, karena ia adalah arena terjadinya seluruh perbuatan hamba. Untung dan ruginya hamba terjadi di situ. Sehingga Allah bersumpah dengan waktu (Taisirul Wushul Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 29).
Allah Ta’ala bebas bersumpah dengan apa yang Dia kehendaki. Dia hanyalah bersumpah dengan makhluk yang memiliki kemuliaan dan ada hikmah dibaliknya. Bersamaan dengan itu, Allah melarang manusia bersumpah dengan makhluk. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam “Barangsiapa berumpah dengan selain Allah, maka ia melakukan kekufuran atau kesyirikan” (H.R. Abu Daud dan At Tirmidzi).
Manusia berada dalam kerugian…
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya seluruh manusia benar-benar tenggelam dalam kerugian.” Syaikh Sa’di rahimahullah mengatakan kerugian yang dimaksudkan adalah lawan dari keuntungan. Dan kerugian yang menimpa manusia bertingkat-tingkat. Ada sekelompok manusia yang merugi total, yaitu orang yang merugi di dunia maupun akhirat. Kelompok lainnya adalah yang merugi di sebagian keadaan. Oleh sebab itu Allah Ta’ala katakan di ayat kedua, bahwa seluruh manusia dalam kerugian kecuali yang memiliki empat karakter (Tafsir As-Sa’di Surat Al ‘Asr).
Empat karakter yang tidak merugi…
Dalam ayat ketiga, Allah menjelaskan empat karakter manusia yang membebaskan dirinya dari kerugian.
Pertama, manusia yang beriman kepada Allah. Manusia akan selamat dari kerugian, tatkala dia mengimani seluruh yang diwajibkan Allah untuk diimani. Untuk mewujudkan hal tersebut, hanyalah ada ketika hamba mengenali (berilmu) tentang berbagai kewajibannya. Maka dari itu, konsekuensi terwujudnya iman adalah berilmu terhadap berbagai hal yang diwajibkan Allah untuk diimani.
Di antara yang wajib untuk dipelajari pertama kali adalah mengenal Allah, mengenal nabi-Nya, dan mengenal agama Islam beserta dalilnya. Tiga hal ini merupakan ajaran pokok dan permasalahan yang akan ditanyakan di alam kubur setiap hamba (Hushulul Ma’mul fii Syarhi Tsalatsatil Ushul, hal. 15 – 16). Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Menuntut ilmu agama itu wajib bagi setiap muslim” (H.R. Ibnu Majah).
Kedua, manusia yang melakukan amalan shalih. Amal shalih adalah seluruh perbuatan terpuji yang meliputi perkara zhahir maupun batin, terkait dengan hak Allah maupun hak hamba, termasuk perkara wajib maupun sunnah. Lalu, semua itu disebut amal shalih jika dilakukan dengan ikhlas dan sesuai petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Hushulul Ma’mul fii Syarhi Tsalatsatil Ushul, hal. 26).
Maka seseorang yang berpuasa menahan lapar dan dahaga atau mengeluarkan harta banyak tetapi niatnya bukan karena Allah, hakikatnya orang tersebut tidaklah melakukan amalan shalih. Demikian juga ketika seseorang melakukan amalan yang ikhlas tetapi tidak sesuai dengan petunjuk nabi, maka orang tersebut tidaklah melakukan amalan shalih.
Melakukan amal shalih adalah karakter dari orang yang membebaskan dirinya dari kerugian, karena amal shalih adalah buah dari ilmu dan faktor yang mengokohkan ilmu. Sebagaimana amal adalah penjaga ilmu, maka ia adalah sebab bertambahnya iman. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang mengamalkan petunjuk maka akan Allah tambahkan petunjuk dan diberikan kepada mereka ketakwaan” (Q.S. Muhammad: 17). Asy Syaukani rahimahullah menafsirkan ayat tersebut dengan “Allah tambahkan iman dan petunjuk serta bashirah dalam urusan agama mereka” (Dinukil dalam Taisirul Wushul Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 18).
Ketiga, manusia yang saling menasihati dalam kebenaran. Yang dimaksud kebenaran dalam ayat adalah iman dan juga amal shalih (Hushulul Ma’mul fii Syarhi Tsalatsatil Ushul, hal. 26). Oleh karena itu, karakter ketiga yang dimiliki orang yang membebaskan dirinya dari kerugian, adalah karakter yang dimiliki para penyeru ke jalan Allah. Mereka adalah orang-orang yang memberikan nasihat dan motivasi kepada orang lain supaya tegar dalam keimanan dan amal shalih.
Karakter ketiga ini merupakan karakter dari orang-orang yang mendapatkan pujian dari Allah. Sehingga sangatlah layak bagi manusia dengan karakter ini untuk terlepas dari kerugian. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah” (Q.S. Ali Imran: 110).
Setelah mengabarkan karakter ketiga, Allah melanjutkan karakter keempat dari orang-orang yang membebaskan dirinya dari kerugian. Mereka adalah sejumlah manusia yang saling menasihati dalam kesabaran. Allah kabarkan karakter keempat setelah aktivitas dakwah, seolah-seolah sebuah isyarat akan wajibnya sabar dalam menyeru manusia ke jalan Allah.
Sebagaimana Anda ketahui, aktivitas dakwah adalah kegiatan para nabi. Para penyeru di jalan Allah merupakan pengganti nabi di muka bumi. Mereka adalah orang-orang yang menempuh jalannya nabi. Mereka adalah penghalang manusia dari keburukan syahwat dan hawa nafsunya. Sehingga, terkadang muncul gangguan kepada mereka disebabkan aktivitas dakwah itu. Oleh karenanya, sebuah keniscayaan bagi mereka untuk bersabar dan mengharapkan pahala hanya kepada Allah. Imam Malik rahimahullah berkata “Janganlah salah seorang dari kalian berharap supaya tidak tertimpa ujian ketika berada di urusan ini” (Dikutip dari Taisirul Wushul Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 23).
Allah mengabarkan kepada Nabi-Nya tentang gangguan di jalan dakwah. Ia berfirman “Dan sungguh para rasul sebelum engkau telah didustakan, mereka adalah orang-orang yang bersabar atas berbagai pendustaan juga gangguan kaumnya hingga Allah datangkan pertolongan-Nya” (Q.S. Al An’am: 34).
Kesimpulan…
Tidak ada sedikitpun keraguan dalam firman Allah Ta’ala. Dia adalah Dzat yang pasti benar perkataannya, “Dan siapakah yang lebih benar perkataanya daripada Allah?!” (Q.S. An Nisa: 122). Sehingga tidak perlu ada sumpah dari Allah juga, sudah mewajibkan kita untuk meyakini kebenaran akan firman Allah Ta’ala. Bersamaan dengan itu, Allah Ta’ala bersumpah dengan makhluk-Nya. Tujuannya adalah untuk menambah penegasan atas apa yang disampaikan.
Semua manusia berada di dalam kerugian, kecuali orang yang memiliki empat karakter. Siapa saja yang memiliki karakter-karakter tersebut, dia adalah hamba yang beruntung karena telah menjauhkan dirinya dari kerugian. Dua karakter pertama (iman dengan ilmu dan amal shalih) adalah karakter yang menyempurnakan individu, sedangkan dua karakter terakhir (berwasiat untuk menetapi kebenaran dan kesabaran) adalah karakter yang menyempurnakan individu lain. Dengan menyempurnakan empat karakter tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa Surat Al ‘Ashr mengandung tingkatan kesempurnaan dari manusia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, “Sempurnanya seseorang, yaitu dengan menyempurnakan dirinya dan orang lain. Sehingga secara ringkas, Surat Al ‘Ashr termasuk surat paling lengkap untuk mendapatkan sejumlah kebaikan yang besar.” Oleh sebab itu ada pula kutipan menarik dari Imam Syafi’i rahimahullah yang layak untuk direnungkan, “Seandainya Allah hanya menurunkan Surat Al Ashr sebagai hujjah bagi makhluk-Nya, niscaya hal itu sudap cukup” (Diringkas dari Taisirul Wushul Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 28-29).
Penutup
Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang yang dapat mengambil faidah dari Surat Al ‘Ashr. Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk menyempurnakan keempat hal tersebut, sehingga kita termasuk orang-orang yang sukses dan selamat dari kerugian dunia dan akhirat.
Disusun oleh: Gian Handika, S.P. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Murajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.